“Stormy Weather” dari Sean Michael Mitchell terdengar kayak curhat panjang yang ditulis di tengah badai, lalu dijadikan lagu biar nggak meledak sendiri. Dari awal udah terasa intens, dengan metafora clay, Achilles’ heel, sampai bayangan badai yang makin lama makin dekat. Ada nuansa indie rock yang gelap tapi tetap melodius, dan sesekali menyelipkan pop hook biar nggak kelewat berat di telinga.
Liriknya padat banget dengan detail yang personal, kayak adegan “ketika lojarin gue SOS di kursi belakang” atau “crescent scar di mobil kuning crash-test”. Potongan-potongan memori ini bikin lagu terasa nyata, bukan cuma curhatan abstrak. Apalagi ada interpolasi melodi dari Stormy Weather versi Etta James, yang jadi semacam homage sekaligus kontras: kalau Etta bawa elegansi bluesy, Sean lebih ke kekacauan emosional yang nyaris nggak terkendali.
Vokalnya sendiri raw dan penuh tekanan, kadang terdengar kayak doa, kadang kayak teriakan ke angin kencang dengan harmoni yang membuat terasa dramatis. Instrumennya ikut menambah tensi, bikin pendengar merasa kayak lagi terjebak di dalam rumah tua yang diguncang hujan badai.
Pada akhirnya, “Stormy Weather” bukan cuma soal badai luar, tapi badai dalam diri yang susah diredakan. Lagu ini pas buat lo yang lagi stuck antara marah, rindu, dan pasrah. Dengerin sekali bisa bikin mikir, dengerin dua kali bisa bikin nyari payung, padahal lagi di kamar.