Album ReviewsReviews

Gigitan Legit Toothless “The Pace of the Passing”

Proyek solo bassist Bombay Bicycle Club, Ed Nash tidak bisa dianggap main-main. Alih-alih jadi proyek pengisi waktu kosong, debut album ini justru sangat menggigit.

Tepat satu tahun yang lalu, 29 Januari 2016, kelompok Bombay Bicycle Club memutuskan untuk vakum hingga waktu yang tidak ditentukan. Dalam pengumuman melalui akun twitter @BombayBicycle mereka menegaskan tidak berpisah (baca: bubar), namun memberi kesempatan untuk mengejar proyek masing-masing. 

Sebenarnya sejak sembilan bulan yang lalu proyek solo Ed Nash diumumkan dengan merilis single “Terra”. Namun apa daya, kabar tersebut luput dari perhatian saya. Arus informasi yang sedemikian tumpah ruah, justru membuat kita melewatkan hal-hal yang kita suka. Pada 27 Januari 2017 pun ada beberapa rilisan alternative/indie lain yang meluncur di pasaran. Toothless tak pernah masuk dalam daftar pantauan saya pribadi.

Dan ketika saya mendengarkan album ini dua hari yang lalu saat rilis, Kambing! Saya mengumpat. Album ini sangat enak. Kendati bernama “Ompong”, garapan Ed Nash ini tak bisa disebut main-main. Sedari lagu pertama, “Charon”, Ed membawa suasana intim tersendiri. Memang mengingatkan pada materi Bombay Bicycle Club, namun biarkan album ini mengalir hingga trek penutup. Berikan album ini kesempatan agar anda lebih mudah menerima album ini secara keseluruhan. Singkirkan segala bayangan mantan masa lalu. Dalam rilis pers yang diterbitkan, ia memang memilih jalur pop, genre yang ia jalani sebelumnya, dan memilih tak bermain sedemikian eksperimental -meski ada kesempatan untuk hal itu, mengingat ini adalah sebuah proyek pribadi-, karna memang inilah yang membuatnya nyaman.

Salah satu keterbatasan yang diakui Ed adalah membuat lirik. Karna selama ini tugas itu tidak diembannya. Maka sebagaimana dikutip dari wawancara Ed dengan web THELINEOFBESTFIT, ia menggunakan referensi mitologi Yunani. Menceritakan ulang berbagai kisah tersebut melalui interpretasinya. Jadi jangan heran saat menemukan judul seperti “Sisyphus”, “The Midas Touch” atau “The Sirens”.


“you look happier, than we ever were.. well monkey see, monkey do. I’ll find a new start. Walk in a new avenue, i’ll find a new heart” begitu potongan lirik Ed pada “Palm’s Backside” dengan iringan vokal tambahan oleh Marika Hackman. Sangat manis dan legit. Jika memang nuansa Bombay Bicycle Club anda rasakan dalam album ini, perasaan anda tidak salah. Karna Jack Steadman bertugas sebagai produser pada sebagian materi “The Pace of the Passing”.

Dan pada “Party For Two” Ed mengajak langganan kolaborator Bombay Bicycle Club, Liz Lawrence. Apakah album ini terasa tak berbeda dengan sentuhan Bombay Bicycle Club? Mengingat saya memberi nilai ulasan sempurna untuk karya ini, anda bisa saja protes. Menurut saya ada nada-nada optimistik yang mencuat kental dari “adonan” milik Ed, berbeda dengan materi Bombay Bicycle Club yang tidak jarang berselimut murung.

Secara epik trek berjudul “You Thought I Was Your Friend (I Want to Hurt You)” berdampingan dengan vokal Ed, yang memang sekilas terdengar imut -seperti wajahnya-. Atau ketika ia berduet dengan Tom Fleming, vokalis band Wild Beasts di tembang “The Midas Touch”. Duet vokal mereka seperti rapal-rapal mantra yang diulang-ulang, sementara musik perlahan naik membangunkan sensasi indrawi.

Pilihan spesial saya pada album ini salah satunya adalah “Alright Alright Alright”, membayangkan lagu ini dibawakan live saja sudah membuat kuduk bergidik. Mencapai puncak ketika “The Sun’s Midlife Cirisis”, vokal Ed terasa lirih ketika bagian “its all over, when i go…”. Ia menyelamatkan saya tepat di titik emosi terendah.

Ketika Ed mengajak trio folk wanita The Staves pada “The Sirens”, tampak benar album ini tak bisa dianggap main-main. Seperti yang ia ungkapkan, vokalis tamu diajak bukan karna kebetulan belaka. Namun saat proses penciptaan lagu, Ed telah membayangkan musisi-musisi tersebut untuk menjadi pengisi suara tambahan. Begitulah saat vokal Ed dan ketiga biduanita The Staves bersahut-sahutan di sepertiga akhir lagu ini.

Lagu “Terra” yang merupakan materi pertama kali rilis dari album ini dipilih secara tepat sebagai penutup album. Memberikan momen penghujung untuk menikmati vokal Ed yang begitu renyah. Memberikan kesempatan untuk berisitirahat dengan segala macam kejutan sepanjang album ini.

Toothless-Album-Sleeve
Proyek solo bassist Bombay Bicycle Club, Ed Nash tidak bisa dianggap main-main. Alih-alih jadi proyek pengisi waktu kosong, debut album ini justru sangat menggigit.

The Pace of the Passing” adalah album yang sempurna bagi saya pribadi. Ada jawaban kekosongan atas vakumnya band terdahulu Ed Nash. Jika ada sensasi yang sama, alasannya cukup jelas. Ed masih menggarap ini dengan rekan-rekannya. Yang menjadikannya tak boleh dilewatkan adalah sebagai sebuah proyek solo, album ini justru memberikan kesan bahwa ada usaha lebih yang dilakukan Ed untuk menggali kreatifitasnya. Meski tak keluar dari pakem sebelumnya, dominasi Ed tetap mengemuka secara tajam. Tidak hanya vokal, upaya untuk menjadi penulis lirik, hingga memilih kolaborator, menjadikan debut album Toothless bukanlah rilisan yang ompong. Ia menggigit dengan legit.
(VERD)

Band: Toothless
Album: The Pace of the Passing
Rilis: 27 Januari 2017
Label: Island Records UK

Gigitan Legit Toothless “The Pace of the Passing” 1
Toothless - The Pace of the Passing

Band: Toothless Album: The Pace of the Passing Rilis: 27 Januari 2017 Label: Island Records UK

User Rating: Be the first one !
Show More

Noverdy Putra

Peternak gagasan, tinggal di Padang.

Related Articles

Back to top button